A.
Pengertian Kepemimpinan
Tinjauan
herarkhis administrasi menyatakan bahwa manejemen merupakan inti administrasi,
sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (Leadership) (Siagian, 1980). Kepemimpinan dimata para pakar,
khususnya ilmu-ilmu sosial masih banyak interpretasi yang beragam, sesuai dengann
pendekatan yang digunakannya. Secara
umum istilah kepemimpinan diartikan sebagai “the
ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage other” (Good, 1973).
Berarti, kepemimpinan merupakan
suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, dan
mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi
tercapainya tujuan bersama. Wills (1967) menyampaikan batasannya bahwa, kepemimpinan merupakan segenap bentuk
bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang bagi penetapan tujuan kelompok. Siagian (1983)
menyatakan kepemimpinan harus diartikan
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela,
mampu, dan dapat mengikuti keinginan manajemen demi tercapainya tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya dengan efisien, efektif, dan ekonomis. Tannenbaum,
Weschler, dan Massarik (1961) mengatakan “We
difine leadership as interpersonal influence, exercised in situation and
directed throught the communication process, toward the attainment of a
specific goal or goals.” Kepemimpinan didefinisikan sebagai saling pengaruh antar pribadi, dilatih
dalam situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan
atau tujuan-tujuan khusus. Fiedler (1967) mengatakan bahwa “Leadership is the process of influencing group activities toward goal
setting and goal achievement,” sehingga kepemimpinan diartikan sebagai
proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk menetapkan tujuan dan mencapai
tujuan. Terry (1972) memberi definisi bahwa “Leadeship
is the relationship in which one person, or the leade, influence others to work
together willingly on relatied taks to attain that which the leader desires,” ialah bahwa kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang
atau pemimpin mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja sama secara sadar
dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin. Hersey dan
Blanchard (1982) menyatakan bahwa “Leadership is the process of influencing
the activities of an individual,” bahwa kepemimpinan tidak lain adalah
proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu.
Kepemimpinan pada hakekatnya
dapat muncul di mana pun, apabila ada unsur-unsur: (1) ada orang yang memimpin
atau mempengaruhi, (2) ada orang yang dipengaruhi atau pengikut, bawahan atau
kelompok yang mau dikendalikan, (3) adanya kegiatan tertentu dalam menggerakkan
bawahan untuk mencapai tujuan bersama, dan (4) adanya tujuan yang diperjuangkan
melalui serangkaian tindakan.
Dengan demikian kepemimpinan sesungguhnya terdapat
di dalam setiap sistem sosial, mulai dari sistem sosial yang terkecil, yaitu
keluarga, kelompok (group), organisasi, institusi, sampai pada komunitas. Untuk
menjawab mengapa kepemimpinan selalu muncul dalam setiap sistem sosial, kita
dapat menganalisis hakekat kepemimpinan dan
hakekat sistem sosial.
Hakekat
kepemimpinan adalah suatu kemampuan, proses, tindakan atau fungsi yang pada
umumnya digunakan untuk mempengaruhi orang-orang lain untuk berbuat sesuatu
dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Hal ini dapat juga merupakan aplikasi kekuasaan yang dipraktekkan sehingga
mengikat orang lain berdasar kemampuannya untuk membujuk, menjelaskan, dan
menyimpulkan sesuatu yang harus dilakukan.
Dilihat dari unsur-unsur sistem sosial, akan
tampak mengapa kepemimpinan selalu muncul dalam setiap sistem sosial? Dilihat
dari hakekat, sistem social, yang merupakan: (1) pola interaksi tertentu, (2)
mengikuti struktur tertentu (misalnya terlihat siapa yang memimpin, norma apa
yang digunakan, siapa yang mengenakan sangsi, dan lain sebagainya), (3) dalam
jangka waktu yang permanen, (4) berdasarkan pada pola perilaku tertentu, dan
(5) dapat digunakan untuk menganalisis keadaan suatu kelompok atau organisasi.
Berdasarkan
hakekat sistem sosial di atas, bahwa dalam setiap sistem sosial tersebut secara inheren
sudah terkandung kepemimpinan. Apa bila tidak ada kepemimpinan, maka sistem
sosial tersebut akan hancur atau hilang, karena anggota-anggota sistem sosial
tidak ada lagi yang mengarahkan, tidak ada lagi yang mempengaruhi pola perilaku
tertentu, sehingga setiap anggota akan berjalan sendiri-sendiri. Apabila
keadaan sudah demikian (setiap anggota berjalan atau berperilaku
sendiri-sendiri), maka tidak ada lagi pola interaksi tertentu, tidak ada lagi
stuktur tertentu, tidak permanen, dan tentunya sudah tidak berdasarkan pola
perilaku tertentu. Dengan keadaan yang demikian, maka sistem sosial tersebut
telah hancur. Untuk itu, agar suatu sistem sosial tetap eksis, maka diperlukan
kepemimpinan untuk mengarahkan, membimbing anggota dalam sistem sosial tersebut
kepada pola perilaku.
Bila
dilihat dari unsur-unsur sistem sosial,
sistem sosial memiliki sepuluh unsur, yaitu: (1) tujuan, (2)
kepercayaan, (3) norma, (4) sangsi,
(5) sentimen, (6) peran-status, (7) kekuasaan (power), (8) social-change, (9)
fasilitas, dan (10) tekanan atau tegangan.
Berdasarkan
unsur-unsur sistem sosial tersebut, juga sudah terkandung kepemimpinan. Apabila
tidak ada kepemimpinan maka sistem sosial tersebut juga tidak akan memiliki
tujuan, norma, sangsi yang mengikuti norma, peran-status, dan sebagainya. Apabila
suatu sistem sosial tidak memiliki
tujuan, norna, sangsi, dan sebagainya, maka sistem sosial tersebut sudah tidak
lagi sebagai sistem sosial. Barang kali menjadi katagori social recurrent, tugetherness
situation, atau crowd yang
bersifat sangat sementara.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada setiap sistem sosial akan selalu
ada kepemimpinan, atau kepemimpinan akan selalu muncul dalam setiap sistem sosial.
Mulai dari sistem sosial yang terkecil, yaitu keluarga, kelompok, organisasi,
institusi, komunitas, sampai pada sistem sosial yang lebih besar, yakni
masyarakat maupun bangsa.
B.
Ciri Ciri Pemimpin
Hasil
penelitian Keith Davis (1972) menyimpulkan bahwa ada empat ciri atau sifat
pemimpin yang dapat menyebabkan keberhasilan dalam memimpin, yaitu (1)
Intelegensia, maksudnya bahwa para pemimpin pada umunya relatif lebih cerdas
dari rata-rata pengikutnya, (2) Mempunyai motovasi dan keinginan berprestasi dari dalam, artinya bahwa pemimpin umumnya
mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu, (3) Kematangan
dan keluasan pandangan sosial, artinya bahwa secara emosi pemimpin pada umumnya
selalu matang, sehingga mampu mengendalikan keadaan yang kritis. Mereka umumnya
juga mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri; dan (4) Mempunyai
kemampuan mengadakan hubungan antar manusia, artinya pemimpin itu tahu bahwa untuk mencapai sesuatu mereka amat
tergantung dengan orang lain, oleh sebab itu mereka selalu ingin dapat mengerti
dengan orang lain. Mereka berorientasi kepada bawahan. Terry (Kartini Kartono,
1992) mengemukakan 10 sifat yang terdapat dalam diri pemimpin, yaitu: (1)
kekuatan, artinya bahwa kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat utama
bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada situasi yang tidak
menentu, (2) stabilitas emosi, artinya bahwa pemimpn yang baik itu tidak mudah
marah dan tidak meledak-ledak secara emosional, (3) pengetahuan tentang relasi
insani, artinya bahwa tugas pokok pemimpin adalah memajukan dan mengembangkan
semua bakat serta potensi anak buah, agar dapat maju dan berkembang serta
sejahtera, oleh karena itu, diharapkan para pemimpin mempunyai pengetahuan
tentang sifat, watak, dan perilaku anggotanya, (4) kejujuran, artinya bahwa
pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran yang tinggi, jujur dalam arti
pada diri sendiri dan orang lain, (5) obyektif, maksudnya bahwa dalam
mempertimbangkan sesuatu, seorang pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani
yang bersih, supaya obyektif, tidak subyektif dan tidak berdasar prasangka
sendiri, (6) dorongan pribadi, yaitu bahwa keinginan dan kesediaan untuk
menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati sanubari sendiri. Dukungan
dari luar akan memperkuat hasrat sendiri untuk memberikan layanan dan
pengabdian diri pada kepentingan orang banyak, (7) keterampilan berkomunikasi,
yaitu diharapkan bahwa pemimpin itu mahir menulis dan berbicara, mudah
menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan
mudah memahami maksud anggotanya, (8) kemampuan mengajar dan membina, (9)
ketrampilan sosial, pemimpin juga
diharapkan memiliki kemampuan untuk mengelola manusia, agar mereka dapat
mengembangkan potensinya. Pemimpin harus bersifat ramah, terbuka, dan menjalin
bersahabatan berdasarkan rasa saling percaya mempercayai, menghargai pendapat
orang lain, untuk bisa memupuk kerja sama yang baik; dan (10) kecakapan
manajerial, artinya bahwa pemimpin itu harus mempunyai kemahiran manajerial
untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, membuat keputusan,
mengarahkan, mengontrol dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Sondang P.
Siagian mengidentifikasi 24 ciri
pemimpin yang ideal, yaitu: (1) pengetahuan umum yang luas, artinya bahwa
seorang pemimpin dituntut memiliki pengetahuan yang luas atau berbagai disiplin
yang ada sangkut pautnya dengan tujuan, strategi, rencana, dan kegiatan
organisasi yang dipimpinnya, (2) kemampuan betumbuh dan berkembang, artinya
apapun kedudukan seseorang dalam organisasi, ia diharapkan terus-menerus dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya, apalagi kalau kedudukannya sebagai
pemimpin; (3) sifat inkuisitif yaitu rasa ingin tahu, merupakan sikap yang
mencerminkan tidak merasa puas dan kemauan untuk mencari dan menemukan hal-hal
baru; (4) kemampuan analitik, harus tercarmin pada kemampuan diagnostik dan
prognostik yang tepat; (5) daya ingat yang kuat, yaitu kemampuan intelektualnya
seperti daya kognetif dan penalaran; (6) kapasitas integratif, dengan kemampuan
integratif yang tinggi, pemimpin organisasi akan mampu menjelaskan kepada semua
pihak dalam organisasi; (7) ketrampilan berkomunikasi secara efektif, (8) keterampilan
mendidik, mendidik di sini diartikan secara luas, tidak terbatas hanya pada
cara berbagi pengetahuan saja, akan tetapi termasuk pembentukan sikap mental
dan karakter para bawahanya; (9) rasionalitas, bahwa setiap pemimpin harus
mampu berfikir dan bertindak secara rasional, tidak hanya dalam
menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinannya, akan tetapi dalam menentukan
sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan berbagai pihak; (10)
obyektivitas, salah satu keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan
organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara obyektif; (11) pragmatisme,
secara sederhana diartikan sebagai berfikir dan bertindak secara realistik;
(12) kemampuan menentukan peringkat prioritas, (13) kemampuan membedakan yang
urgen dan yang penting, artinya bahwa seorang pemimpin perlu memiliki kemampuan
untuk membedakan kegiatan apa yang bersifat urgen dan kegiatan apa yang
bersifat penting; (14) naluri tepat waktu, (15) rasa kohesi yang tinggi, (16)
rasa relevansi yang tinggi, artinya memperhitungkan kegiatan mana yang harus
dan akan dilaksanakan sendiri dan kegiatan mana yang dapat diserahkan kepada
orang lain; (17) keteladanan, (18) menjadi pendengar yang baik, (19)
adatabiltas, artinya bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang memerlukan sikap
yang adaptif, (20) fleksibilitas, berarti mampu melakukan perubahan dalam cara
berfikir, cara bertindak, bersikap, dan berperulaku sesuai dengan tuntutan
stuasi dan kondisi; (21) ketegasan, diperlukan dalam menghadapi situasi problematik,
terutama yang timbul karena disiplin kerja yang tidak setinggi yang
diharapakan; (22) keberanian, (23) orientasi ke masa depan, artinya mendekatkan
organisasi di masa depan dengan kondisi masa depan yang sesungguhnya, oleh
sebab itu perlu disusun berbagai alternatif rencana sehingga apabila situasi
nyata menghendaki sesuatu, maka segera dilakukan pilihan berbagai rencana yang
telah disusun sebelumnya; dan (24) sikap yang antisipatif dan proaktif.
Dari
pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan 11 ciri-ciri pemimpin,
yaitu:
- Mempunyai
sifat empati, yaitu kemampuan seseorang
untuk mengidentifikasi diri pada kedudukan orang lain. Ini penting,
terutama dalam berkomunikasi, sebab bila empati kecil akan terjadi barier
atau rintangan yang besar. Umumnya jika seorang pemimpin punya egoisme
tinggi, empatinya akan rendah.
- Pemimpin
harus menjadi bagian dari kelompoknya, artinya bahwa keberadaan pemimpin dalam
kelompok harus ditandai oleh pengakuan
dari para anggotanya.
- Arif,
bijaksana, dan penuh pertimbangan,
artinya pemimpin harus mempertimbangkan kebutuhan, perasaan orang lain,
dan peduli terhadap masalah orang lain. Penuh pertimbangan terhadap
aktifitas anggotanya, dan mempertimbangkan segala sesuatunya harus
berpihak pada anggota , bukan pada dirinya, akan tetapi juga bukan berarti
banyak kebijaksanaan.
- Lincah
(surgency),
dalam arti bahwa pemimpin harus selalu gembira, antusias, senang bicara,
dinamis, dan ringan kaki atau ringan langkah.
- Emosi
yang stabil,
yaitu ditandai dengan emosi yang tidak berfluktuasi atau tidak
meledak-ledak. Artinya, pola emosi atau temperamen yang mantap, misalnya
tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung, sehingga dapat dijadikan
pedoman perilaku oleh para anggotanya.
- Ambisi
untuk memimpin,
artinya bahwa ambisi merupakan sumber motifasi dari dalam diri seseorang, yang
jika ditambah dengan dorongan dari luar akan memperkuat hasrat sendiri
untuk memberikan layanan dan pengabdian diri pada kepentingan orang
banyak.
- Berkompeten, artinya mampu untuk
menjadi pemimpin, becus, bisa diandalkan dalam melaksanakan tugas.
- Mempunyai
kecerdasan tinggi,
yaitu bisa memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Bukan IQ yang
tinggi, karena tidak selalu mampu dengan cepat memecahkan masalah. Mungkin
EQ dan SQ juga diperlukan untuk melengkapi.
- Mempunyai
sifat konsisten,
artinya bahwa seorang pemimpin cara berfikir dan bertindaknya harus
konsisten. Antara ucapan dan tindakannya sama.
10. Mempunyai
rasa percaya diri yang tinggi, tidak
cepat bingung dalam menghadapi masalah,
mempunyai keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan semua perilaku yang
dikerjakan, tahu ke mana dengan persis arah yang hendak dituju, serta pasti
memberikan manfaat pada diri sendiri maupun bagi anggotanya.
- Mempunyai
kemampuan berbagi kepemimpinan,
artinya (1) bahwa pemimpin punya kemampuan untuk mendelegasikan kewenangan
secara proporsional pada bawahannya atau distribusi kewenangan merata
(polymorphic), dan tidak boleh hanya memusat kewenangan itu hanya pada pucuk
pimpinan atau monomorphic.
Kelima
ciri di atas merupakan hal yang sangat penting, sedangkan enam ciri berikutnya
meski tidak terlalu penting, akan tetapi ciri tersebut dapat menunjang
keberhasilan seorang pemimpin. Pemimpin yang memiliki 11 ciri di atas secara
total dapat menggerakkan dan mengarahkan kelompok lebih berkembang dan dinamis.
Mb ini ada dftr pustakanya atau tdk ya?
BalasHapus