Penayangan bulan lalu

Rabu, 02 Mei 2012

KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN


A.   Pengertian Kepemimpinan
Tinjauan herarkhis administrasi menyatakan bahwa manejemen merupakan inti administrasi, sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (Leadership) (Siagian, 1980). Kepemimpinan dimata para pakar, khususnya ilmu-ilmu sosial masih banyak interpretasi yang beragam, sesuai dengann pendekatan  yang digunakannya. Secara umum istilah kepemimpinan diartikan sebagai “the ability and readiness to inspire, guide, direct, or manage other” (Good, 1973). Berarti, kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi tercapainya tujuan bersama. Wills (1967) menyampaikan batasannya bahwa, kepemimpinan merupakan segenap bentuk bantuan yang dapat diberikan oleh seseorang bagi  penetapan tujuan kelompok. Siagian (1983) menyatakan kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela, mampu, dan dapat mengikuti keinginan manajemen demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan efisien, efektif, dan ekonomis. Tannenbaum, Weschler, dan Massarik (1961) mengatakan “We difine leadership as interpersonal influence, exercised in situation and directed throught the communication process, toward the attainment of a specific goal or goals.”  Kepemimpinan didefinisikan  sebagai saling pengaruh antar pribadi, dilatih dalam situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan atau tujuan-tujuan khusus. Fiedler (1967) mengatakan bahwa “Leadership is the process of influencing group activities toward goal setting and goal achievement,” sehingga kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk menetapkan tujuan dan mencapai tujuan. Terry (1972) memberi definisi bahwa “Leadeship is the relationship in which one person, or the leade, influence others to work together willingly on relatied taks to attain that which the leader desires,”  ialah bahwa kepemimpinan  adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin. Hersey dan Blanchard (1982) menyatakan bahwa  “Leadership is the process of influencing the activities of an individual,” bahwa kepemimpinan tidak lain adalah proses mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Kepemimpinan pada hakekatnya dapat muncul di mana pun, apabila ada unsur-unsur: (1) ada orang yang memimpin atau mempengaruhi, (2) ada orang yang dipengaruhi atau pengikut, bawahan atau kelompok yang mau dikendalikan, (3) adanya kegiatan tertentu dalam menggerakkan bawahan untuk mencapai tujuan bersama, dan (4) adanya tujuan yang diperjuangkan melalui serangkaian tindakan.
Dengan demikian kepemimpinan sesungguhnya terdapat di dalam setiap sistem sosial, mulai dari sistem sosial yang terkecil, yaitu keluarga, kelompok (group), organisasi, institusi, sampai pada komunitas. Untuk menjawab mengapa kepemimpinan selalu muncul dalam setiap sistem sosial, kita dapat menganalisis  hakekat kepemimpinan dan hakekat sistem sosial.
Hakekat kepemimpinan adalah suatu kemampuan, proses, tindakan atau fungsi yang pada umumnya digunakan untuk mempengaruhi orang-orang lain untuk berbuat sesuatu dalam  rangka mencapai tujuan tertentu. Hal ini dapat juga merupakan aplikasi kekuasaan yang dipraktekkan sehingga mengikat orang lain berdasar kemampuannya untuk membujuk, menjelaskan, dan menyimpulkan sesuatu yang harus dilakukan.
Dilihat dari unsur-unsur sistem sosial, akan tampak mengapa kepemimpinan selalu muncul dalam setiap sistem sosial? Dilihat dari hakekat, sistem social, yang merupakan: (1) pola interaksi tertentu, (2) mengikuti struktur tertentu (misalnya terlihat siapa yang memimpin, norma apa yang digunakan, siapa yang mengenakan sangsi, dan lain sebagainya), (3) dalam jangka waktu yang permanen, (4) berdasarkan pada pola perilaku tertentu, dan (5) dapat digunakan untuk menganalisis keadaan suatu kelompok atau organisasi.
Berdasarkan hakekat sistem sosial di atas, bahwa  dalam setiap sistem sosial tersebut secara inheren sudah terkandung kepemimpinan. Apa bila tidak ada kepemimpinan, maka sistem sosial tersebut akan hancur atau hilang, karena anggota-anggota sistem sosial tidak ada lagi yang mengarahkan, tidak ada lagi yang mempengaruhi pola perilaku tertentu, sehingga setiap anggota akan berjalan sendiri-sendiri. Apabila keadaan sudah demikian (setiap anggota berjalan atau berperilaku sendiri-sendiri), maka tidak ada lagi pola interaksi tertentu, tidak ada lagi stuktur tertentu, tidak permanen, dan tentunya sudah tidak berdasarkan pola perilaku tertentu. Dengan keadaan yang demikian, maka sistem sosial tersebut telah hancur. Untuk itu, agar suatu sistem sosial tetap eksis, maka diperlukan kepemimpinan untuk mengarahkan, membimbing anggota dalam sistem sosial tersebut kepada pola perilaku.
Bila dilihat dari unsur-unsur sistem sosial, sistem sosial memiliki sepuluh unsur, yaitu: (1)  tujuan, (2)  kepercayaan, (3)  norma, (4) sangsi, (5) sentimen, (6) peran-status, (7) kekuasaan (power), (8) social-change, (9) fasilitas, dan (10) tekanan atau tegangan.
Berdasarkan unsur-unsur sistem sosial tersebut, juga sudah terkandung kepemimpinan. Apabila tidak ada kepemimpinan maka sistem sosial tersebut juga tidak akan memiliki tujuan, norma, sangsi yang mengikuti norma, peran-status, dan sebagainya. Apabila suatu  sistem sosial tidak memiliki tujuan, norna, sangsi, dan sebagainya, maka sistem sosial tersebut sudah tidak lagi sebagai sistem sosial. Barang kali menjadi katagori social recurrent, tugetherness situation, atau crowd yang bersifat sangat sementara.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada setiap sistem sosial akan selalu ada kepemimpinan, atau kepemimpinan akan selalu muncul dalam setiap sistem sosial. Mulai dari sistem sosial yang terkecil, yaitu keluarga, kelompok, organisasi, institusi, komunitas, sampai pada sistem sosial yang lebih besar, yakni masyarakat maupun bangsa.

B.     Ciri Ciri Pemimpin
Hasil penelitian Keith Davis (1972) menyimpulkan bahwa ada empat ciri atau sifat pemimpin yang dapat menyebabkan keberhasilan dalam memimpin, yaitu (1) Intelegensia, maksudnya bahwa para pemimpin pada umunya relatif lebih cerdas dari rata-rata pengikutnya, (2) Mempunyai motovasi dan keinginan berprestasi  dari dalam, artinya bahwa pemimpin umumnya mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu, (3) Kematangan dan keluasan pandangan sosial, artinya bahwa secara emosi pemimpin pada umumnya selalu matang, sehingga mampu mengendalikan keadaan yang kritis. Mereka umumnya juga mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri; dan (4) Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia, artinya  pemimpin itu tahu  bahwa untuk mencapai sesuatu mereka amat tergantung dengan orang lain, oleh sebab itu mereka selalu ingin dapat mengerti dengan orang lain. Mereka berorientasi kepada bawahan. Terry (Kartini Kartono, 1992) mengemukakan 10 sifat yang terdapat dalam diri pemimpin, yaitu: (1) kekuatan, artinya bahwa kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat utama bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada situasi yang tidak menentu, (2) stabilitas emosi, artinya bahwa pemimpn yang baik itu tidak mudah marah dan tidak meledak-ledak secara emosional, (3) pengetahuan tentang relasi insani, artinya bahwa tugas pokok pemimpin adalah memajukan dan mengembangkan semua bakat serta potensi anak buah, agar dapat maju dan berkembang serta sejahtera, oleh karena itu, diharapkan para pemimpin mempunyai pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku anggotanya, (4) kejujuran, artinya bahwa pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran yang tinggi, jujur dalam arti pada diri sendiri dan orang lain, (5) obyektif, maksudnya bahwa dalam mempertimbangkan sesuatu, seorang pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya obyektif, tidak subyektif dan tidak berdasar prasangka sendiri, (6) dorongan pribadi, yaitu bahwa keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati sanubari sendiri. Dukungan dari luar akan memperkuat hasrat sendiri untuk memberikan layanan dan pengabdian diri pada kepentingan orang banyak, (7) keterampilan berkomunikasi, yaitu diharapkan bahwa pemimpin itu mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah memahami maksud anggotanya, (8) kemampuan mengajar dan membina, (9) ketrampilan sosial,  pemimpin juga diharapkan memiliki kemampuan untuk mengelola manusia, agar mereka dapat mengembangkan potensinya. Pemimpin harus bersifat ramah, terbuka, dan menjalin bersahabatan berdasarkan rasa saling percaya mempercayai, menghargai pendapat orang lain, untuk bisa memupuk kerja sama yang baik; dan (10) kecakapan manajerial, artinya bahwa pemimpin itu harus mempunyai kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Sondang P. Siagian mengidentifikasi 24  ciri pemimpin yang ideal, yaitu: (1) pengetahuan umum yang luas, artinya bahwa seorang pemimpin dituntut memiliki pengetahuan yang luas atau berbagai disiplin yang ada sangkut pautnya dengan tujuan, strategi, rencana, dan kegiatan organisasi yang dipimpinnya, (2) kemampuan betumbuh dan berkembang, artinya apapun kedudukan seseorang dalam organisasi, ia diharapkan terus-menerus dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya, apalagi kalau kedudukannya sebagai pemimpin; (3) sifat inkuisitif yaitu rasa ingin tahu, merupakan sikap yang mencerminkan tidak merasa puas dan kemauan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru; (4) kemampuan analitik, harus tercarmin pada kemampuan diagnostik dan prognostik yang tepat; (5) daya ingat yang kuat, yaitu kemampuan intelektualnya seperti daya kognetif dan penalaran; (6) kapasitas integratif, dengan kemampuan integratif yang tinggi, pemimpin organisasi akan mampu menjelaskan kepada semua pihak dalam organisasi; (7) ketrampilan berkomunikasi secara efektif, (8) keterampilan mendidik, mendidik di sini diartikan secara luas, tidak terbatas hanya pada cara berbagi pengetahuan saja, akan tetapi termasuk pembentukan sikap mental dan karakter para bawahanya; (9) rasionalitas, bahwa setiap pemimpin harus mampu berfikir dan bertindak secara rasional, tidak hanya dalam menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinannya, akan tetapi dalam menentukan sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan berbagai pihak; (10) obyektivitas, salah satu keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara obyektif; (11) pragmatisme, secara sederhana diartikan sebagai berfikir dan bertindak secara realistik; (12) kemampuan menentukan peringkat prioritas, (13) kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting, artinya bahwa seorang pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk membedakan kegiatan apa yang bersifat urgen dan kegiatan apa yang bersifat penting; (14) naluri tepat waktu, (15) rasa kohesi yang tinggi, (16) rasa relevansi yang tinggi, artinya memperhitungkan kegiatan mana yang harus dan akan dilaksanakan sendiri dan kegiatan mana yang dapat diserahkan kepada orang lain; (17) keteladanan, (18) menjadi pendengar yang baik, (19) adatabiltas, artinya bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang memerlukan sikap yang adaptif, (20) fleksibilitas, berarti mampu melakukan perubahan dalam cara berfikir, cara bertindak, bersikap, dan berperulaku sesuai dengan tuntutan stuasi dan kondisi; (21) ketegasan, diperlukan dalam menghadapi situasi problematik, terutama yang timbul karena disiplin kerja yang tidak setinggi yang diharapakan; (22) keberanian, (23) orientasi ke masa depan, artinya mendekatkan organisasi di masa depan dengan kondisi masa depan yang sesungguhnya, oleh sebab itu perlu disusun berbagai alternatif rencana sehingga apabila situasi nyata menghendaki sesuatu, maka segera dilakukan pilihan berbagai rencana yang telah disusun sebelumnya; dan (24) sikap yang antisipatif dan proaktif.
Dari pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan 11 ciri-ciri pemimpin, yaitu:
  1. Mempunyai sifat empati, yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi diri pada kedudukan orang lain. Ini penting, terutama dalam berkomunikasi, sebab bila empati kecil akan terjadi barier atau rintangan yang besar. Umumnya jika seorang pemimpin punya egoisme tinggi, empatinya akan rendah.
  2. Pemimpin harus menjadi bagian dari kelompoknya, artinya bahwa keberadaan pemimpin dalam kelompok harus ditandai oleh pengakuan  dari para anggotanya.
  3. Arif, bijaksana, dan penuh pertimbangan, artinya pemimpin harus mempertimbangkan kebutuhan, perasaan orang lain, dan peduli terhadap masalah orang lain. Penuh pertimbangan terhadap aktifitas anggotanya, dan mempertimbangkan segala sesuatunya harus berpihak pada anggota , bukan pada dirinya, akan tetapi juga bukan berarti banyak kebijaksanaan.
  4. Lincah (surgency), dalam arti bahwa pemimpin harus selalu gembira, antusias, senang bicara, dinamis, dan ringan kaki atau ringan langkah.
  5. Emosi yang stabil, yaitu ditandai dengan emosi yang tidak berfluktuasi atau tidak meledak-ledak. Artinya, pola emosi atau temperamen yang mantap, misalnya tidak mudah marah, tidak mudah tersinggung, sehingga dapat dijadikan pedoman perilaku oleh para anggotanya.
  6. Ambisi untuk memimpin, artinya bahwa ambisi merupakan sumber motifasi dari dalam diri seseorang, yang jika ditambah dengan dorongan dari luar akan memperkuat hasrat sendiri untuk memberikan layanan dan pengabdian diri pada kepentingan orang banyak.
  7. Berkompeten, artinya mampu untuk menjadi pemimpin, becus, bisa diandalkan dalam melaksanakan tugas.
  8. Mempunyai kecerdasan tinggi, yaitu bisa memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Bukan IQ yang tinggi, karena tidak selalu mampu dengan cepat memecahkan masalah. Mungkin EQ dan SQ juga diperlukan untuk melengkapi.
  9. Mempunyai sifat konsisten, artinya bahwa seorang pemimpin cara berfikir dan bertindaknya harus konsisten. Antara ucapan dan tindakannya sama.
10. Mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, tidak cepat bingung dalam   menghadapi masalah, mempunyai keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan semua perilaku yang dikerjakan, tahu ke mana dengan persis arah yang hendak dituju, serta pasti memberikan manfaat pada diri sendiri maupun bagi anggotanya.
  1. Mempunyai kemampuan berbagi kepemimpinan, artinya (1) bahwa pemimpin punya kemampuan untuk mendelegasikan kewenangan secara proporsional pada bawahannya atau distribusi kewenangan merata (polymorphic), dan tidak boleh hanya memusat kewenangan itu hanya pada pucuk pimpinan atau monomorphic.

Kelima ciri di atas merupakan hal yang sangat penting, sedangkan enam ciri berikutnya meski tidak terlalu penting, akan tetapi ciri tersebut dapat menunjang keberhasilan seorang pemimpin. Pemimpin yang memiliki 11 ciri di atas secara total dapat menggerakkan dan mengarahkan kelompok lebih berkembang dan dinamis.

1 komentar: